
Bahlil Pastikan Penerbitan Persetujuan RKAB Minerba per 1 Tahun Berlaku 2026
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan mekanisme Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mineral dan batu bara (minerba) menjadi satu tahun sekali akan berlaku tahun depan.
Saat ini, persetujuan RKAB berlaku setiap tiga tahun sekali melalui sistem digital e-RKAB.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 10 Tahun 2023.
Bahlil mengatakan, penerapan mekanisme persetujuan RKAB per satu tahun telah disetujui dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI. “Saya pastikan tahun depan jalan,” ujar Bahlil saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (14/7/2025).
Menurutnya, Kementerian ESDM telah menyiapkan sistem penerbitan RKAB per satu tahun, termasuk kesiapan dari sisi sumber daya.
Oleh karena itu, dia memastikan perubahan ini tidak akan mengganggu efektivitas. “Secara sistem, secara sumber daya, kita sudah persiapkan. Tidak perlu diragukan tentang mampu atau tidak mampu. Itu sudah menjadi tugas kita, tugas ESDM,” kata dia.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menambahkan, pihaknya tengah menyiapkan aturan terkait perubahan skema penerbitan RKAB tersebut.
Menurutnya, semua tahapan penerbitan RKAB akan dilakukan melalui sistem, sehingga tidak konvensional mengandalkan tenaga manusia.
Selain itu, Kementerian ESDM telah berdiskusi dengan para pelaku usaha pertambangan terkait rencana ini. “Regulasinya sedang kita buat. Nanti sistemnya sedang kita bangun. Karena kalau misalnya kita pakai orang, ya setengah matilah (susahnya),” ucap Tri.
Sebelumnya, usulan mengembalikan penerbitan RKAB minerba menjadi satu tahun sekali merupakan usulan Komisi XII DPR RI.
Usulan ini dibahas dalam rapat kerja pada Rabu (2/7/2025).
Bahlil pun menyetujui usulan untuk mengevaluasi jatah produksi tambang menjadi setiap tahun dari saat ini per tiga tahun.
Kebijakan ini bertujuan agar volume produksi tidak lagi berlebihan tanpa mempertimbangkan kondisi pasar, sehingga dapat menjaga keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri, dan stabilitas harga.
“Tata kelola pertambangan harus diperbaiki, baik komoditas batu bara maupun mineral. Khususnya untuk komoditas batu bara, harganya saat ini sedang anjlok akibat kelebihan pasokan,” kata Bahlil.
Ia menuturkan, meskipun konsumsi batu bara global mencapai 8-9 miliar ton, volume yang diperdagangkan hanya sekitar 1,2–1,3 miliar ton.
Indonesia pun berkontribusi besar dalam pasar ekspor dengan volume 600-700 juta ton per tahun, sehingga hampir 50 persen pasokan batu bara dunia berasal dari Indonesia.
Bahlil menjelaskan, kelebihan pasokan ini terjadi karena RKAB disetujui secara longgar tanpa mempertimbangkan keseimbangan antara permintaan dan produksi.
“Akibat persetujuan RKAB jor-joran per tiga tahun, kita kesulitan menyesuaikan volume produksi batu bara dengan kebutuhan dunia, sehingga harga terus tertekan,” ucap dia.
Kelebihan pasokan pun berakibat pada anjloknya harga batu bara.
Bahlil bilang, kondisi ini tidak hanya memberatkan para penambang, tetapi juga menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Penambang yang punya tambang harganya, mohon maaf sangat susah, PNBP kita pun itu turun akibat kebijakan yang kita buat bersama, yakni membuat RKAB 3 tahun,” ungkap Bahlil.
sumber: kompas.com