Cekungan Akimeugah dan Sahul terletak di paling timur – selatan Provinsi Papua. Cekungan-cekungan ini berasosiasi dengan Cekungan Papua di Papua Nugini (PNG) yang sudah menghasilkan minyak dan gas bumi, serta berasosiasi dengan cekungancekungan di Australia yang sudah berproduksi hidrokarbon, seperti Cekungan Carnavon, Cekungan Bonaparte, dan Cekungan Canning.
Di Indonesia bagian timur, Cekungan Akimeugah dan Cekungan Sahul termasuk dalam kelompok cekungan yang berkembang sejak Pra-Tersier hingga Tersier, dan diklasifikasikan sebagai cekungan foreland yang telah mengalami rifting. Bagian timur kedua cekungan sedimen ini terletak di daerah perbatasan dengan PNG.

Peta fisiografi dan ladang migas Papua dan Papua Nugini (modifikasi dari USGS, 2012)
SISTEM MIGAS
Cekungan Akimeugah merupakan cekungan yang berkembang sejak Paleozoikum hingga Tersier. Di cekungan ini dijumpai beberapa formasi yang berfungsi sebagai batuan induk hidrokarbon, yaitu Formasi Aiduna, Formasi Tipuma, batulumpur pada Formasi Woniwogi, Formasi Piniya, dan Formasi Buru.

Kolomstratigrafi Cekungan Akimeugah yang menggambarkan keberadaan batuan induk, batuan waduk, dan batuan tudung minyak dan gas bumi (Panggabean dan Hakim, 1986).
Adapun batuan yang berpotensi sebagai batuan waduk terdiri atas batupasir pada Formasi Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi Ekmai, dan batugamping pada Formasi Waripi dan Batugamping Yawee, sedangkan batuan yang berfungsi sebagai batuan tudung dijumpai pada satuan-satuan berbutir halus, seperti batulumpur pada Formasi Kopai dan Formasi Piniya.
Sejauh ini keberadaan formasi-formasi yang dapat berperan sebagai batuan induk, batuan waduk, dan batuan tudung di Cekungan Sahul belum banyak terungkap. Namun, menilik posisi Cekungan Sahul yang sama-sama terletak di Paparan Arafura – Papua seperti halnya Cekungan Akimeugah, diperkirakan stratigrafinya tidak jauh berbeda, demikian pula dengan sistem migasnya. Di samping keberadaan batuan induk, batuan waduk, dan batuan tudung, di daerah Papua juga dijumpai struktur antiklin dan ramp anticline (Panggabean dan Hakim, 1986) yang besar potensinya sebagai perangkap struktral hidrokarbon.
Berdasarkan laporan Badan Survei Geologi Amerika USGS (2012), di Papua Nugini sudah ditemukan banyak sekali ladang minyak, dan terutama gas, yang tersebar pada satuan fisiografi Lajur Lipatan dan Sesar Naik Pegunungan Tengah, dan satuan fisiografi Paparan Arafura – Papua. Kedua satuan fisiografi tersebut berlanjut sampai daerah Papua, termasuk di dalamnya Cekungan Akimeugah dan Sahul. Oleh karenanya besar sekali harapan bahwa di kedua cekungan tersebut juga dapat ditemukan kandungan minyak dan gas bumi. Badan Geologi telah merencanakan melakukan survei seismik di kedua cekungan tersebut, dan tahun berikutnya melakukan wildcat drilling untuk mengetahui tataan stratigrafi yang lebih lengkap. (Syaiful Bachri).
- Cekungan Salawati.
Cekungan Salawati Cekungan ini berhubungan dengan Sesar Geser Sorong,yang membentuk asimetri, ada dugaan bahwa Cekungan Salawati ini merupakan bahagian terpotong dari Cekungan Banggai. Cekungan Selawati yang terletak di bagian barat kepala burung Irian Jaya atau di daerah Dobberai (Vogelkop) Peninsula, terbentuk pada kala Miosen Atas atau sekitar 10 juta tahun yl. Akibat adanya “oblique subduction” antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasific. Sebelum itu daerah ini merupakan suatu paparan karbonat yang diberi nama Paparan Ayamaru yang merupakan bagian dari kerak benua Australia. Sejarah sedimentasi Cekungan salawati Sejarah sedimentasi yang teramati dimulai dari umur 35-32,5 juta tahun (Oligosen Bawah) dengan terbentuknya endapan karbonat New Guinea Limestone (NGL) di lingkungan Neritik Dalam-Tengah (20 – 60 meter) dan proses pengendapannya berlangsung dalam fasa trangresi separti yang terlihat dari hubungan antara eustatik dengan paleobatometri. Kemudian mulai dari umur 32,5-30 juta tahun (Oligosen Bawah-Atas) pengendapan endapan karbonat NGL masih terus berlangsung dalam fasa regresi (yang diperlihatkan dengan adanya “sea level drop” dan pendangkalan paleobatimetri) dan kemudian kelompok batugamping ini terangkat ke permukaan pada umur 30 juta tahun yang mana pengangkatan (uplift) ini diperlihatkan dengan bertambah kecilnya laju penurunan tektonik (tectonic subsidence). Terjadinya pengangkatan (uplift), ini ada hubungannya dengan terjadinya “oblique collision” antara Lempeng Australia dengan “Sepic Arc “. Dengan demikian akibat dari tumbukan ini selain mengakibatkan oengangkatan (Visser dan Hermes, 1982 ; Froidevaux, 1977 ; Brash 1991) juga mengakibatkan terjadinya “sea Level drop” (Lunt dan Djaafar , 1991). Proses tumbukan ini terus berlangsung hingga umur 15 juta tahun dan muali dari 30 juta tahun hingga 15 juta tahun (Oligosen Bawah./Atas-Miosen Tengah bagian bawah) seluruh Kelompok Batugamping New Guinea tersingkap di permukaan dan tererosei. Selama masa ini muka air laut purba naik kembali. Mulai dari umur 15-10 juta tahun (Miosen Tangah bagian bawah-Miosen Atas bagian bawah ) terbentuk Formasi Kais tipe terumbu (Robinson & Soedirdja, 1986) di lingkungan Neritik Dalam-Tengah (10-35 meter) dan Formasi Klasafet serta Formasi Klasaman bagian di lingkungan Neritik Tengah (35-60 meter), Selama ini muka air laut menurun, kedalaman paleobatimetri bertambah dan laju penurunan tektonik meningkat dan penigkatan in berhubungan dengan terjadinya”oblique subduction” antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Dari umur 10-2,5 juta tahun (Miosen Atas bagian bawah-Pliosen) pertumbuhan Formasi Kais tipe terumbu (Robinson dan Soedirdja, 1986) di sumur PY001 dan pembentukan Formasi Klasafet berakhir yaitu masing-masing pada umur 8,9 juta tahun (Miosen Atas) dan 7,6 juta tahun ( Miosen Atas) dan di gantikan dengan terbentuknya Formasi Klasaman yang tebal. Selama masa ini muka air laut purba naik umur 5 juta tahun dan menurun kembali hingga umur 2,5, juta tahun dengan kedalaman paleobatimetri yang relatif bertambah besar dan terjadinya peningkatan laju penurunan tektonik. Dari adanya peningkatan laju penurunan tektonik disimpulkan bahwa awal pembentukan Cekungan Salawati dan juga aktivitas Sesar Sorong dimulai dari umur 10 juta tahun hingga 2,5 juta tahun, selama berlangsungnya proses :oblique subduction” antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. . Selama masa ini muka air laut purba meningkat kembali, kedalaman paleobatimetri berkurang dan laju penurunan tektonik juga berkurang. Hal ini menandakan bahwa aktivitas Sesar Sorong masih terus berlangsung yang mana akibat dari aktivitas tersebut menimbulkan pengangkatan dan penrunan separti yang terlihat di TBH09. Aktivitas Sesar Sorong ini diduga ada hubungannya dengan terjadinya “oblique collision” nantara Lempeng Australia dengan bagian dari “ Sunda trench dan Banda Forearc “ yang berlangsung hingga sekarang.