
Di Tengah Smelter Tutup, Investasi Nikel Tetap Tancap Gas: Sinyal Optimisme atau Alarm Waspada?
NikelID/Bloomberg – 31 Juli 2025 — Di tengah tekanan berat dari jatuhnya harga nikel dan kelebihan pasokan global, investasi sektor hilirisasi nikel Indonesia justru melonjak.
Kementerian Investasi/BKPM mencatat realisasi investasi nasional kuartal II-2025 mencapai Rp477,7 triliun, tumbuh 11,5% dibanding periode sama tahun lalu. Dari angka tersebut, sektor hilirisasi mineral menyerap Rp144,5 triliun, dengan nikel menjadi penyumbang terbesar sebesar Rp46,3 triliun atau 32% dari total investasi hilirisasi mineral.
Namun, secara tahunan, investasi di smelter nikel turun tipis 2,53% dari Rp47,5 triliun pada Q2-2024. Ironisnya, saat modal terus masuk, aktivitas produksi sejumlah smelter justru mengalami pelemahan.
APNI mengungkap bahwa 28 lini produksi smelter nikel telah berhenti, termasuk 25 lini milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali, anak usaha Jiangsu Delong asal Tiongkok yang sedang mengalami tekanan finansial. Operasi GNI disebut hampir mencapai shutdown total.
Kondisi serupa terjadi pada PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), yang menghentikan beberapa lini produksi baja nirkarat dan satu pabrik cold rolling sejak Mei. Meski bersifat sementara, pemulihan belum pasti. Tsingshan tetap memproyeksikan output NPI Indonesia 2025 mencapai 1,74 juta ton.
VDNI dan HNI juga dilaporkan mengurangi kapasitas karena biaya produksi naik dan permintaan menurun, meski data detail lini yang dihentikan belum tersedia.
Secara keseluruhan, terdapat 147 proyek smelter nikel di Indonesia: 120 proyek pirometalurgi (RKEF) membutuhkan 584,9 juta ton bijih nikel, 27 proyek HPAL membutuhkan 150,3 juta ton bijih. Dari semua itu, 49 RKEF and 5 HPAL beroperasi, dan lainnya masih dalam tahap perencanaan atau pembangunan.
RKAB 2025 disetujui untuk produksi 364 juta ton, naik dari 319 juta ton tahun 2024, mengindikasikan keyakinan pemerintah pada ekspansi jangka panjang sektor ini.
Dari sisi sumber modal, PMDN menyumbang 57,7% atau Rp275,5 triliun, dan PMA mencapai Rp202,2 triliun. Sulawesi Tengah menjadi magnet investasi dengan realisasi Rp31,6 triliun, terutama dari investor asing seperti Singapura (USD 4,2 miliar), Hong Kong, dan Tiongkok.
Investasi ini turut menyerap 665.764 tenaga kerja di kuartal II, dengan total semester I mencapai 1,26 juta pekerja, menunjukkan dampak ekonomi riil meski tantangan produksi membayangi.