Di balik perbukitan hijau di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terdapat sebuah situs purbakala yang telah memikat perhatian para arkeolog, peneliti, hingga wisatawan dunia: Situs Megalitikum Gunung Padang.
Lokasi ini bukan sekadar kumpulan batu besar yang tersusun rapi, melainkan sebuah peninggalan sejarah yang diyakini menjadi salah satu situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara.
Keunikan dan misterinya menjadikan Gunung Padang sebagai bagian penting dari narasi panjang peradaban manusia di Nusantara.
Lokasi dan Akses
Situs Gunung Padang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, sekitar 50 kilometer dari pusat Kota Cianjur.
Untuk mencapainya, pengunjung harus melalui jalur berkelok dengan pemandangan perbukitan dan persawahan yang menenangkan.
Dari area parkir, pendakian singkat menuju puncak bukit diperlukan untuk melihat langsung susunan batu megalitikum yang berada di ketinggian sekitar 885 meter di atas permukaan laut.
Sejarah Penemuan
Catatan awal keberadaan Gunung Padang ditemukan pada tahun 1914 oleh arkeolog Belanda yang melakukan survei di wilayah Jawa Barat.
Namun, situs ini baru mendapat perhatian luas pada dekade 1970-an setelah dilakukan penelitian lebih mendalam oleh tim arkeologi Indonesia.
Sejak itu, Gunung Padang menjadi objek kajian arkeologi yang terus memunculkan pertanyaan tentang usia, fungsi, dan teknologi yang digunakan pada masanya.
Struktur dan Keunikan
Gunung Padang terdiri dari teras-teras batu andesit yang disusun bertingkat, menyerupai punden berundak.
Ada lima teras utama yang masing-masing dihubungkan oleh tangga batu. Susunan batu ini menunjukkan keterampilan teknis dan pemahaman geometri yang mengagumkan, mengingat teknologi yang tersedia pada masa itu.
Beberapa batu memiliki bentuk memanjang menyerupai balok, sementara yang lain berbentuk pipih atau persegi.
Tidak sedikit batu yang ditemukan dengan lubang atau cekungan, yang diyakini memiliki fungsi khusus, mungkin terkait ritual atau penempatan tiang kayu.
Misteri Usia Situs
Salah satu aspek paling kontroversial dari Gunung Padang adalah perkiraan usianya. Berdasarkan penelitian arkeologi konvensional, situs ini diperkirakan berusia sekitar 2.500 hingga 3.500 tahun.
Namun, penelitian geologi dan geofisika terbaru mengindikasikan kemungkinan usia jauh lebih tua, bahkan mencapai 10.000–20.000 tahun.
Jika klaim ini benar, maka Gunung Padang berpotensi menjadi salah satu bangunan megalitikum tertua di dunia, mengungguli piramida Mesir.
Fungsi dan Makna Budaya
Banyak teori berkembang mengenai fungsi Gunung Padang. Sebagian ahli meyakini situs ini adalah pusat kegiatan ritual atau upacara keagamaan masyarakat kuno.
Letaknya di ketinggian dan menghadap lanskap luas menunjukkan nilai simbolis yang kuat. Ada pula dugaan bahwa Gunung Padang berperan sebagai pusat astronomi atau tempat pertemuan para pemimpin suku.
Bagi masyarakat sekitar, Gunung Padang masih memiliki nilai spiritual. Beberapa tradisi lokal mengaitkan situs ini dengan legenda Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran. Masyarakat percaya bahwa batu-batu tersebut terbentuk secara ajaib untuk membangun istana raja.
Penelitian dan Kontroversi
Seiring berjalannya waktu, Gunung Padang menjadi sorotan internasional, terutama setelah adanya hasil pengeboran dan pemindaian geofisika yang menemukan struktur batuan tersusun hingga kedalaman puluhan meter.
Temuan ini memicu perdebatan di kalangan ilmuwan mengenai siapa pembangunnya, teknologi yang digunakan, dan periode waktunya.
Kontroversi ini justru meningkatkan minat publik. Pemerintah bersama para peneliti kini berupaya menyeimbangkan antara kebutuhan penelitian, konservasi, dan pengembangan pariwisata.
Potensi Wisata Edukasi
Selain nilai sejarahnya, Gunung Padang juga menawarkan pengalaman wisata edukasi yang menarik. Pengunjung dapat menyusuri tangga batu sambil menikmati pemandangan alam Cianjur yang indah.
Penjelasan dari pemandu lokal membantu wisatawan memahami makna setiap bagian situs, sekaligus menjaga kesadaran akan pentingnya pelestarian warisan budaya.
Pemerintah daerah telah membangun fasilitas pendukung seperti area parkir, jalur pendakian yang aman, dan pusat informasi.
Meskipun demikian, pembatasan jumlah pengunjung pada waktu tertentu tetap diterapkan untuk menjaga kelestarian batu-batu kuno.***
sumber: seputar cibubur